Selamat Datang di Blog Saya

Rabu, 02 November 2011

BHAGAWAD GITA - KARMA YOGA DAN JENANA YOGA


KARMA YOGA DAN JNANA YOGA
BHAGAWAD GITA

BAB I
I. Latar Belakang
            Kehidupan kita penuh dengan aturan dan kaidah kaidah serta norma – norma yang harus di taati serta dilakukan didalam Bhagawad gita kita dituntut untul melaksanakan ajaranya dengan membaca serta memahami makna yang terkandung didalamnya. Di dalam Bhagawad Gita kita diajarkan tentang jalan mencapai kebenaran serta petunjuk – petunjuk untuk mencapai kebebasan, kita perlu mempelajari Bhagawad Gita karena kita akan dapat memilah milah mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan yaitu antara pergolakan antara kebenaran dengan kebatilan yaitu dualitas serta rwabineda, Purusa dan Prakerti. Dimana kita akan mengetahui bahwa banyak jalan utnuk mendekati belau. Mengingat pentingnya makna Bhagawad Gita, maka di bawah ini akan kita uraikan makna yang terkandung dalam Bab III dan Bab IV.

II. Tujuan
1. Menjelaskan tetang makna yang terkandung dalam ajaran Karma Yoga dalam Bab III
2. Menjelaskan Makna yang terkandung dalam ajaran Jnana Yoga dalam Bab IV

III. Manfaat Guna
     1. Kita dapat mengetahui dan memahami makna  Karma Yoga
     2. Kita dapat mengetahui dan memahami makna  Jnana Yoga

IV. Metode
    Dalam penyusunan makalah ini,penulis mempergunakan :
1.       Menggunakan metode kepustakaan,yakni mencari bahan – bahan materi atau  pembahasan dari sumber buku pedoman dan buku catatan.
2.       Mencari Di Internet





BAB II
PEMBAHASAN
            Dengan melihat latarbelakang , maka akan kami uraikan makna yang terkandung didalam seloka – seloka sebagai berikut akan kami uraikan dibawah ini. Pembahasan seloka yang paling pokok menurut kelompok kami dalam Bab III antara lain :
I. Makna dari Bab III. Karma Yoga
Karma Yoga adalah salah satu macam yoga dalam agama Hindu. Filsafat dan penjelasan mengenai Yoga ini diuraikan pada bab ketiga dalam kitab Bhagawadgita, yaitu bab Karma Yoga. Bab tersebut terdiri dari 43 sloka, berisi kotbah Kresna kepada Arjuna yang menguraikan filsafat Hindu mengenai karma (perbuatan; kewajiban) dan phala (hasil; buah). Bab ini merupakan lanjutan dari bab dua, yaitu Samkhya Yoga.

     Karma Yoga dalam Bhagawadgita

Dalam Bhagawadgita diceritakan bahwa Arjuna bingung dengan uraian Kresna sebelumnya (dalam bab kedua, mengenai roh dan kematian). Dalam bab III sloka pertama dan kedua, Arjuna berkata:
O Kresna, kalau engkau menganggap kecerdasan lebih baik daripada tindakan untuk membuahkan hasil, mengapa engkau menganjurkan untuk melakukan perang mengerikan ini? Uraianmu masih membuatku bingung. Mohon beritahu aku dengan pasti, jalan yang dapat kutempuh dan paling bermanfaat.
Dalam kata pengantar Bhagawadgita, banyak jalan berbeda-beda yang dijelaskan dan dikemukakan dengan cara yang tidak sistematis, padahal uraian yang sistematis diperlukan untuk mencapai pengertian. Maka Arjuna ingin meminta penjelasan yang tidak membingungkan orang awam agar tidak terjadi penafsiran yang keliru.

Menurut Bhagawadgita, "kerja" atau "tindakan" adalah hukum alam. Bekerja dianjurkan dengan rasa tulus dan pengabdian ditujukan kepada Brahman tanpa mengharapkan keuntungan pribadi. Tindakan digerakkan oleh hukum alam dan bukan oleh jiwa. Sifat alam menyebabkan amarah dan nafsu yang menyelubungi jiwa sehingga seseorang terikat dengan pahala kerja. Seseorang dianjurkan agar tidak tertipu oleh sifat alam, bukan berhenti bertindak. Berhenti bertindak berarti melawan hukum alam.

    Uraian dalam Bhagawadgita

Arjuna berkata :

Jika engkau menganggap bahwa jalan pengertian lebih mulia dari jalan perbuatan, mengapa Engkau mendesak aku untuk melakukan perbuatan yang biadab ini, O Krishna. Rupa – rupanya dengan ucapan yang kabur Engkau kiranya mengacaukan pengertianku. Ajarkanlah dengan tegas kepadaku satu hal saja, dengan mana aku dapat mencapai kebaikan yang termulia. Hidup adalah kerja tanpa mengikatkan diri pada hasilnya.
Sri Bhagawan bersabda :
O, Arjuna, manusia tanpa noda, di dunia ini ada dua jalan hidup yang telah aku ajarkan dari zaman dahulu kala. Jalan ilmu pengetahuan bagi mereka yang mempergunakan pikiran dan yang lain dengan jalan pekerjaan bagi mereka yang aktif. Bukan dengan jalan tiada bekerja orang mencapai kebebasan dari perbuatan. Pun juga tidak hanya dengan melepaskan diri dari pekerjaan orang akan mencapai kesempurnaannya. Sebab siapapun tidak akan dapat tinggal diam, meskipun sekejap mata, tanpa melakukan pekerjaan. Tiap – tiap orang digerakkan oleh dorongan alamnya dengan tidak berdaya apa – apa lagi. Dia yang menahan geraknya indria, tetapi sebenarnya dia terus memikirkan tentang obyek – obyek yang diingini, sifat mana disembunyikan, ia dianggap orang – orang yang bersifat palsu. O Arjuna, akan tetapi ia yang menguasai indrianya dengan kekuatan pikirannya dan tanpa mengingatkan indrianya dalam Karma Yoga, ia pulalah yang lebih agung sifatnya. Lakukanlah pekerjaan yang diberikan padamu, karena melakukan perbuatan itu lebih baik sifatnya dari pada tidak melakukan apa – apa, sebagai juga untuk memelihara badanmu tidak akan mungkin jika engkau tidak bekerja. Kecuali pekerjaan yang dilakukan sebagai dan untuk yadnya dunia ini juga terikat oleh hukum karma. Oleh karenanya, O Arjuna, lakukan pekerjaanmu sebagai yadnya, bebaskan diri dari semua ikatan.
Yadnya – melakukan pekerjaan tanpa mengikatkan diri, dengan ikhlas dan untuk Tuhan.
Pada zaman dahulu kala Prajapati menciptakan menusia dengan yadnya dan bersabda : dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu. Kamadhuk adalah sapi dari Indra yang dapat memenuhi semua keinginan. Dengan ini kamu memelihara para Dewa dan dengan ini pula para Dewa memelihara dirimu, jadi dengan saling memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang maha tinggi. Dipelihara oleh yadnya, para Dewa akan memberi kesenangan yang kau ingini. Ia akan menikmati pemberian – pemberian ini, tanpa memberikan balasan kepada-Nya adalah pencuri. Orang – orang yang baik yang makan dengan apa yang tersisa dari yadnya, mereka itu terlepas dari segala dosa. Akan tetapi mereka yang jahat yang menyediakan makanan untuk kepentingannya sendiri mereka itu adalah makan dosanya sendiri. Dari makanan, makhluk menjelma, dari hujan lahirnya makanan dan dari yadnya muncullah hujan dan yadnya lahir dari pekerjaan.
Kita mengenal Panca Yadnya.
  1. Dewa yadnya - yadnya pada Tuhan.
  2. Rsi yadnya - mengajar dan membaca kitab suci, sebagai yadnya pada Rsi.
  3. Pitra yadnya - pemberian kepada leluhur.
  4. Manusa yadnya - memberi pertolongan / makanan kepada orang – orang memerlukan bantuan, miskin dsb, serta upacara dari lahir sampai mati.
  5. Bhuta yadnya - memelihara dan memberikan makanan pada binatang – binatang.
Ketahuilah asal mulanya “karma” di dalam Weda dan Brahma muncul dari yang abadi. Dari itu Brahma yang meliputi semuanya selalu berpusat di sekeliling yadnya. Ia yang di dunia ini tidak ikut memutar roda (cakra) yadnya yang timbal balik ini adalah jahat dalam alamnya, puas dengan indrianya dan ia, O Arjuna, hidup sia – sia. Cakra mulai digerakkan oleh Prajapati atas dasar Weda dan Yadnya. Akan tetapi ia yang memusatkan pikirannya hanya kepada Atmanya, dan puas pada Atmanya, dan juga hanya bahagia pada Atmanya, bagi ia tidak ada suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu pula di dunia ini, ia tidak mempunyai perhatian sama sekali pada hasil dari perbuatannya, yang ia lakukan dan juga kepada apa yang belum diperbuatnya, pun juga ia tidak tergantung kepada segala makhluk untuk kepentingannya sendiri. Dari itu bekerjalah kamu selalu yang harus dilakukan dengan tiada terikat olehnya, karena orang mendapat tujuannya yang tertinggi dengan melakukan pekerjaan yang tak terikat olehnya. Janaka sebagai contoh. Hanya dengan perbuatan, Prabu Janaka dan lain – lainnya mendapat kesempurnaan. Jadi kamu harus juga melakukan pekerjaan dengan pandangan untuk pemeliharaan dunia. (Prabu Janaka - raja dari Mithila, ayah dari Sita). Lokasamgraha berarti pemeliharaan dunia, kesatuan dunia juga kesatuan masyarakat yang terikat satu dengan yang lainnya. Etika agama adalah pengemudi dari laksana sosial dan juga sebagai dasar. Etika agama akan dapat menghindari dunia dari kehancurannya baik spirituil maupun materiil dan sebaliknya meningkatkan kedudukannya sebagai manusia. Tujuan agama adalah memberi kehidupan spirituil pada masyarakat dengan tujuan untk mendirikan rasa persaudaraan di atas dunia ini. Apa saja yang dilakukan oleh orang besar, itu adalah diikuti oleh lain – lainnya. Apa yang ia lakukan, dunia mengikutinya. Rakyat pada umumnya mengikuti suatu contoh bentuk kehidupan orang – orang yang terkemuka. Gita mengatakan bahwa orang – orang bijaksana ini adalah penunjuk jalan pada masyarakat. Sinar cahaya adalah datangnya melalui perseorangan yang lebih maju di dalam masyarakat dan lalu meluas. O Arjuna, tidak ada suatu pekerjaan di ketiga dunia ini untuk Aku, yang harus Kulakukan, juga tidak ada sesuatu yang harus Aku dapati yang belum pernah Aku tidak dapati, walaupun demikian Aku bekerja juga. Sebab jika Aku tidak selalu bekerja dengan tidak mengenal payah orang – orang akan menuruti jalan-Ku dari segala pihak. Jika Aku berhenti bekerja maka ketiga dunia ini akan hancur lebur dan Aku akan menjadi pencipta dari penghidupan yang tak teratur dan Aku akan merusak rakyat ini. Tuhan tidak berhenti – hentinya menjaga dan memelihara dunia ini, menjaga dari keruntuhannya dan kemusnahannya. Sebagai orang yang tidak terpelajar, bodoh, melaksanakan pekerjaan dengan ikatan demikian juga seharusnya orang terpelajar melaksanakannya, O Arjuna, akan tetapi tanpa ikatan dengan keinginan untuk menuntun dunia. Bekerja sebagai yadnya pada Sang Hyang Widhi / Tuhan, adalah menjadi pusat pembicaraan dari Awatara yang turun ke dunia. Turunnya ke dunia tiada lain untuk mengabdikan diri-Nya pada pembebasan manusia dari kesengsaraannya. Lebih bahagia lagi diri-Nya untuk tinggal di sorga dalam bahagia yang abadi. Tetapi turun ke dunia menjadi pilihannya, meskipun dunia ini serba terbatas dan terikat yang membawa kesenangan dan kesedihan dsb-nya. Turun ke dunia adalah untuk ditiru oleh manusia, untuk membuat orang bahagia meskipun Dia sendiri yang melaksanakan kelihatan dengan jalan penderitaan dan kemiskinan. Penyatuan diri dengan Awatara tiada lain hanya dengan kerja menjauhkan diri dari kemalasan dan bekerja dengan keikhlasan untuk kepentingan dunia. Laksana hendaknya dibangkitkan dijiwai oleh sinar dan Ananda (bahagia) dari Yang Maha Esa. Laksana perbuatan orang yang terpelajar, bijaksana, digerakkan oleh sinar dan kebahagiaan dari Tuhan. Orang yang pandai seharusnya jangan menggongcangkan pengertian orang yang bodoh yang terikat pada pekerjaannya. Orang yang bijaksana melakukan semua pekerjaan dalam jiwa Yoga, harus menyebabkan orang lain juga bekerja. Orang yang pandai bijaksana hendaknya jangan melemahkan rasa kebaktian keagamaan dalam bentuk apapun juga. Unsur – unsur kewajiban, pengorbanan dan kecintaan yang menjadi penggerak ke arah kesempurnaan hidup selalu ada pada tiap – tiap kepercayaan. Dengan menghormati ini Hinduisme dalam penyebarannya menunggalkan diri dengan yang telah ada dan memberi dorongan ke arah tingkat kesempurnaan.
Atma bukan Pelaksana
Segala macam pekerjaan adalah dilakukan oleh Guna dari prakriti. Ia yang jiwanya dibangunkan oleh perasaan Ahamkara, keakuan, berpikir aku pelakunya. Prakriti tersusun dari Tiga Guna yaitu Sattve, Rajas dan Tamas. Ketiga ini akhirnya menjadi suasana keadaan alam. Ia yang tidak menyadari keadaan dirinya (atma) yang sebenarnya menunggalkan diri dengan Prakriti. Dan bila Ahamkara, ego, keseluruhannya dikuasai alam maka ia tidak mempunyai lagi alam kebebasan. Ia yang mengetahui dengan sebenarnya tentang Guna dan Karma dan mengetahui bahwa Guna sebagai indria hanya tergantung kepada Guna sebagai obyek, tidak terikat. Kesadaran akan perbedaan diri pada jiwa (atma) dengan sifat dari alam dan karyanya maka ia akan membebaskan diri. Jiwa empiris tiada lain ialah merupakan hasil dari karya kita. Mereka yang dikaburi oleh Guna dari Prakriti akan terikat pada pekerjaan dari Guna. Akan tetapi ia yang sempurna pengetahuannya dan mengetahui semuanya hendaknya jangan membingungkan pengertian dari orang yang bodoh. Jiwa (atma) pada dasarnya adalah suci, bebas abadi dan mempunyai kesadaran sendiri. Menunggalnya dengan Prakriti menimbulkan kelupaan pada keadaan diri yang sebenarnya yang akhirnya menimbulkan ego, Ahamkara, sebagai bagian dari alam. Ini tiada lain adalah karya dari Prakriti. Keadaan inilah lalu manusia pada umumnya berbuat, berlaksana atas dorongan dari alam. Jiwa dalam kelupaan pada keadaan dirinya yang sebenarnya inilah yang harus mendapat tuntunan perlahan – lahan ke arah kesadaran diri dan pembebasan dari ikatan. Ajaran untuk pembebasan diri dari ikatan Prakriti dengan meniadakan gerak sama sekali, Gita tidak mengikuti ini sebaliknya mengajarkan berlaksana, bekerja, menyerahkan diri pada Tuhan, tidak mengikatkan diri pada keuntungannya. Pelaksanaan demikian inilah yang dapat menuntun ke arah kemerdekaan atau pembebasan diri dari ikatan. Serahkanlah segala pekerjaan kepada-Ku dengan memusatkan pikiran kepada Atma, melepaskan diri dari pengharapan dan perasaan keakuan dan berperanglah kamu, bebas dari pikiran yang susah. Mereka itu yang tidak dengan putus – putusnya menuruti ajaran – ajaran-Ku ini dengan penuh kepercayaan dan terlepas dari perasaan – perasaan iri hati, merekapun juga terlepas dari karma (ikatan dari kerja). Mereka yang menyampingkan ajaran – ajaran-Ku ini dan tidak melakukan, ketahuilah mereka akan menjadi buta, kehilangan, dan tak mempunyai rasa pada ilmu pengetahuan. Sebagai orang bijaksana bergerak menurut alamnya sendiri, maka demikian pula makhluk mengikuti alam. Apakah gunanya penahanan hawa nafsu itu? Ikatan dan keengganan dari indria kepada obyek – obyek yang bersangkutan adalah sudah kodratnya (biasa). Barang siapa juga pun, janganlah membiarkan jiwa ditarik oleh kedua pertentangan ini, sebab ini adalah dua musuhnya. Tiap – tiap perbuatan kita hendaknya berdasarkan budi atau pengertian dan jangan sampai dikuasai oleh getaran nafsu yang akhirnya tidak jauh dengan binatang. Adalah lebih baik Dharma sendiri meskipun kurang caranya melaksanakan, dari pada Dharma orang lain walaupun baik cara melaksanakan. Kalaupun sampai mati dalam melakukan Dharma sendiri adalah lebih baik sebab menuruti bukan Dharma sendiri adalah berbahaya. Keinginan kita ialah untuk mencapai kesempurnaan hidup. Kita tidak boleh setengah – setengah dalam kewajiban kita. Haruslah benar- benar di dalam pekerjaan sendiri kewajiban adalah “swa – dharma”. Pada penemuan “swa – dharma” sendiri akan terletak kebahagiaan hidup. Pengabdian yang terbesar yang dapat kita lakukan pada masyarakat, atas penemuan dari swa – dharma, kelahiran bakat sendiri. Tiap – tiap orang harus mengerti bakat kelahirannya. Tidak semua orang mempunyai keistimewaan bakat yang sama. Yang penting ialah bahwa tiap – tiap orang harus sungguh – sungguh dapat mengerjakan tugas yang dipercayakan padanya dengan memuaskan. Tiap – tiap orang harus menjadi patriot di dalam biadangnya masing – masing baik kecil maupun besar. Kebaikan menunjukkan kesempurnaan dari kwalitet. Untuk perkembangan jiwa, kerja adalah penting. Dan kerja sendiri ada selalu di dalam kekuatan kita sendiri. Kerja adalah “puja” yang dapat dipersembahkan oleh manusia pada kekuatan besar yang mengambil bentuk sebagai alam.
Arjuna berkata :
“Akan tetapi atas desakan apakah orang berbuat dosa seolah – olah ada kekuatan yang memaksa, meskipun bertentangan dengan kehendaknya. O, Krishna.”
Sri Bhagawan berkata :
“Kekuatan ini adalah keinginan, adalah kemarahan, yang lahir dari nafsu Rajaguna, inilah yang loba sekali dan berdosa sekali. Ketahuilah bahwa ini adalah musuh di dunia ini. Sebagai api diliputi oleh asap, sebagai kaca oleh abu, sebagai benih diselimuti oleh rahim. Begitulah juga kekuatan diliputi oleh nafsu. Kebijaksanaan kita diselubungi oleh keinginan sebagai api yang tak kunjung padam, ini adalah musuh dari orang yang bijaksana. O, Arjuna. Indria, manas (pikiran) dan budi (intelek) dikatakan adalah tempat musuh ini. Dengan diselubunginya kebijaksanaan oleh hal – hal ini, atma bisa tersulap. Dari itu O, arjuna kekanglah indriamu dari permulaan dan bunuhlah penghacur kebijaksanaan dan pengalaman, penghancur yang penuh dosa. Indria katanya adalah besar, tetapi lebih besar lagi adalah manas (pikiran), lebih besar dari manas adalah budi (intelek), lebih besar dari budi adalah Dia (Atma).”
Sloka ini menunjukan “kesadaran” yang dicapai tingkat demi tingkat, dan makin meninggi tingkatan yang dicapai maka kebebasan juga meningkat sampai yang tertinggi yaitu dimana budi menentukan laksana kita disinari oleh Atma yang suci.
Dengan setelah mengetahui Atma itu adalah budi dan dengan mengekang atma dengan Atma maka hancurkanlah musuh yang tak dapat dikuasai itu yaitu keinginan, O, Arjuna. Mengekang atma dengan Atma – dengan atma disini ialah ego sendiri, dan Atma ialah suci yang abadi. Bila kesadaran itu sudah dicapai maka semua laksana akan dituntun hanya oleh sinar jiwa suci, untuk kebahagiaan dunia.
Arjuna Berkata :
1. Sekiranya Engkau berpikir, oh Kreshna bahwa kesadaran (atau pengetahuan) itu lebih baik daripada suatu tindakan (aksi), lalu mengapa pula Dikau menyarankan aku untuk berperang?
    Di sini terlihat bahwa Arjuna telah salah menafsirkan ajaran Sang Kreshna, pertanyaan Arjuna ini mungkin tidak berbeda dengan pikiran yang ada di benak kita sendiri karena setelah membaca dua bab permulaan ini biasanya timbul pikiran mengapa ajaran Sang Kreshna ini nampak berkontradiksi. Arjuna berpikir bahwa kesadaran yang dicapai seseorang akan Sang Brahman adalah lebih baik daripada suatu tindakan yang bersifat destruktif seperti peperangan. Arjuna lupa dan tidak sadar akan pesan-pesan Sang Kreshna akan dharma-bhakti setiap orang kepadaNya dan masyarakat pada umumnya.
2. Dengan kata-kata yang saling bertentangan ini, Dikau mengacaukan pengertianku. Beritahukanlah kepadaku akan suatu jalan yang jelas, dengan apa aku dapat mencapai yang terbaik.
     Menjawab pertanyaan di atas ini Sang Kreshna pun lalu mengajar ajaranNya mengenai jalan dari aksi atau tindakan, sebagai berikut:

3. Di dunia ini ada dua ajaran yang telah Kuajarkan semenjak masa yang amat silam, oh Arjuna! Yang pertama adalah ajaran tentang ilmu pengetahuan (gnana-yoga) yang disebut ajaran Sankhya, untuk mereka-mereka yang penuh dengan ketekunan untuk mempelajarinya; dan yang kedua adalah ajaran mengenai tindakan (aksi, perbuatan pekerjaan, atau karma-yoga), jalannya para yogi, yaitu yang hidupnya harus bekerja dan selalu penuh dengan aksi.

      
Skripsi-skripsi kuno Hindu mengajarkan tentang ajaran Sankhya dan ajaran Yoga. Sankhya adalah ilmu pengetahuan tentang Ilahi, sedangkan Yoga adalah ajaran tentang perbuatan, pekerjaan atau yang disebut aksi. Banyak orang membeda-bedakan kedua ajaran ini seperti halnya Arjuna, tetapi sebenarnya intisari atau tujuan dari keduanya adalah satu, yaitu Yang Maha Esa. Jadi sebenarnya sama saja, tergantung pemakainya saja.
            Ilmu pengetahuan (gnana) dan karma-yoga sebenarnya selaras, tidak ada konflik atau perbedaannya. Yang ada hanyalah masalah disiplin. Yang satu disiplinnya condong ke arah gnana dan yang satu lagi condong ke arah karma. Mereka yang menganut gnana disebut penganut Sankhya atau Sankhya Yogi dan mereka yang jalan di nishkama-karma (tindakan bukan untuk diri pribadi) disebut Karma-yogi. Gnana yoga disebut juga sanyasa yoga (yoga-disiplin), karena ilmu pengetahuan yang sejati sebenarnya mengarah ke sanyasa. Sri Shankar Acharya, seorang filsuf Hindu yang besar pernah berkata tentang Bhagavat Gita sebagai berikut: "Seorang penganut ilmu pengetahuan yang sejati (gnani) seharusnya juga adalah seorang sanyasi sekaligus," tetapi menjadi seorang sanyasi tidak berarti lalu kita semua harus menanggalkan kewajiban duniawi kita, kewajiban kita kepada masyarakat di sekeliling kita dan mengembara atau bertapa di hutan seorang diri tanpa acuh lagi kepada orang hidupnya sebagai seorang sanyasi dalam dirinya sendiri, dalam tindak-tanduknya sehari-hari. Yang dimaksud adalah kendalikan nafsu-nafsu indra kita, dan itu hanya bisa dilakukan sambil melakukan kewajiban kita sesuai dengan pekerjaan dan status kita dalam masyarakat. Seperti misalnya Raja Janaka, yang adalah seorang Maha-Raja yang amat kaya-raya dan berkuasa, tetapi dalam hidupnya sehari-hari ia tak pernah merasa memiliki apapun juga. la bertindak sebagai raja karena sudah merupakan kewajibannya pada Yang Maha Esa dan masyarakatnya. Raja Janaka di dalam epik Hindu dikenal sebagai seorang gnani yang mempraktekkan sanyasa, yaitu tidak keterikatan pada hal-hal yang bersifat duniawi, atau dengan kata lain menjauhi hal-hal yang bersifat duniawi.
        Dengan kata lain, Gnana-yoga, Sanyasa-yoga dan Sankhya-yoga adalah sininimus, atau sama saja artinya. Menurut para guru agama Hindu, gnana tidak berarti ilmu pengetahuan yang didapatkan dari buku-buku. Seorang gnani bukanlah seorang kutu-buku, karena seseorang boleh saja membaca banyak buku bahkan mengutip dari buku-buku suci, tetapi belum tentu ia menghayati isi buku-buku ini dan berubah langsung menjadi seorang gnani. Gnana atau ilmu pengetahuan yang sejati didapatkan secara langsung, bukan dari buku-buku. Seorang gnani sejati adalah seorang pertapa, seorang yang dapat melihat kebenaran. la bukan seorang penyair atau pengarang yang berbicara atau menulis dari apa yang ia dengar atau lihat. la berbicara atau menulis karena ia merasakan dan melihat kebenaran itu secara langsung dan sendiri. la memiliki sakshatkara, yaitu persepsi atau intuisi langsung.
Tidak ada kebijaksanaan yang dapat kita ambil dari buku-buku begitu saja, tetapi harus melalui proses di dalam hidup kita ini. Gnana berarti menyadari diri kita sendiri. Hargailah ketenangan dan keheningan, karena kesadaran atau kebijaksanaan biasanya datang pada waktu-waktu yang hening. Makin banyak ketenangan dan keheningan di dalam diri kita, makin banyak timbul kesadaran dan kebijaksanaan.
4. Seseorang tidak akan mendapatkan kebebasan dengan menelantarkan pekerjaannya, juga seseorang tidak akan mendapatkan kesempurnaan dengan hanya berpasrah diri.
     Idealnya seorang yang berjalan di jalannya karma-yoga adalah bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa terpengaruh oleh tugas itu secara duniawi. Dan kondisi semacam ini tidak dapat dicapai dengan tidak mengacuhkan atau menelantarkan pekerjaan itu sendiri. Aktiflah, sabda Bhagavat Gita, tetapi tanpa pamrih atau mengharapkan suatu imbalan sekecil apapun juga. Yang penting bukan tidak acuh pada pekerjaan, tetapi tidak acuh pada nafsu-nafsu indra kita yang serakah dan tidak terkendali. Bekerjalah, berproduktiflah dalam setiap hal, tetapi janganlah kita menciptakan kekacauan atau hal-hal yang buruk atau negatif. Ciptakanlah sesuatu yang indah, yang positif untuk dirimu dan semua di sekitarmu dan semua perbuatanmu selama tidak dilakukan dengan nafsu egois, dan selama tidak bermotifkan pamrih akan indah dan berguna untuk semuanya.
Siddhi adalah kesempurnaan, dan kesempurnaan biasanya tercapai dari suatu ketenangan atau keheningan. Dan ciri-ciri khas seorang yang penuh dengan siddhi ini adalah:
       a. la memiliki disiplin yang kuat sekali dalam mengendalikan keinginan indra-       indranya, bahkan sampai ke hal-hal yang terkecil sekali pun.
       b. la telah belajar dan sadar bahwa "egonya harus dibunuh, apapun bentuk ego itu." Ada dua jalan ke arah siddhi ini:
      i. tidak mengikuti jalan pikiran yang duniawi, dan
      ii. tidak mementingkan hal-hal yang bersifat duniawi.
     Agar pikiran kita selalu tenang dan tak tergoyahkan, maka perlu sekali untuk mengesampingkan semua unsur-unsur duniawi yang ada di sekitar kita. Seseorang yang tekun bermeditasi harus selalu mengatakan pada dirinya: uang, rumah, keluarga, istri, anak, harta milik, kekuasaan, rasa hormat dan lain sebagainya adalah milik Sang Maya, dan bersifat tidak abadi, hanya Sang Atman yang abadi. Dan pikiran semacam ini harus betul-betul dihayati dan tertanam di dalam benak kita sehari-hari.
Seseorang yang stabil meditasinya tak akan terganggu oleh berbagai pikiran yang keluar masuk dalam kepalanya. Semua itu dipikirkannya secara santai dan tenang dan tidak secara serius. Meditasi yang benar akan menghasilkan seseorang yang selalu gembira, bercahaya roman-mukanya, penuh dengan enersi dan dinamik tindak tanduknya. Pikiran-pikiran yang negatif tak akan membantunya sama sekali, tetapi positif dan mengesampingkan kepentingan pribadi dan tak terpengaruh duniawi akan menghasilkan energi yang positif bagi seorang yang gemar bermeditasi.
       Bagi seorang yang ingin mencapai ketenangan, maka dianjurkan untuk belajar bermeditasi pada seorang guru yang telah mencapai suatu kesempurnaan, karena dari sang guru ini akan terpancar keluar getaran yang amat positif bagi sang murid. Tanda-tanda seorang spiritual yang telah mencapai ketenangan jiwa ini adalah selain jiwanya betul-betul telah tenang tak tergoyahkan, juga ia tak akan pernah berpengaruh oleh semua kejadian-kejadian di dunia ini.
5. Tak seoranq pun dapat lepas dari suatu aksi, walaupun hanya sejenak; karena setiap orang tanpa dikuasainya harus bertindak sesuai dengan guna-guna (sifat-sifat alami pembawaannya) yang lahir dari prakriti  (alam).
6. Seseoranq yang nampak tenang, tidak bertindak apapun dengan organ-organ sensualnya (indra-indranya), tetapi di dalam benaknya yang terpikir justru obyek-obyek sensual, orang yang kacau dan dalam kegelapan ini disebut orang yang munafik.
    Aksi perbuatan atau karma adalah suatu hal yang tak terelakkan lagi bagi manusia yang hidup; manusia bahkan tak bisa hidup dengan baik kalau tidak bertindak atau bekerja. Hidup berarti bekerja, bertindak atau berbuat atau berpikir. Tidak-bekerja yang sejati adalah dengan tidak berpikir tentang hal-hal yang negatif mengendalikan indra-indra kita dan mematikan ego kita pribadi yang selalu menghubungkan setiap tindakan kita dengan "aku" dan "punyaku." Menyerahkan secara total semua bentuk ego, cinta, dan segala keterikatan kita kepadaNya adalah bekerja dalam tidak bekerja. Mengelak dari pekerjaan adalah suatu hal yang tidak mungkin. Mata kita tak dapat bekerja selain melihat, kuping tak dapat bekerja lain selain mendengar, dan badan kita tak dapat bekerja selain merasakan, dan otak kita tak dapat bekerja selain berpikir. Jadi mau tak mau seseorang harus bekerja atau bertindak sesuai dengan karmanya. Seandainya kita tidak mau bekerja dan ingin duduk diam saja sebagai patung, maka bukankah kita juga telah bertindak sebagai patung? Dengan mengelak dari tindakan/aksi, kita tak akan pergi ke jalan penerangan/kesempurnaan, tetapi kembali ke "alam" (prakriti) dan tindakan  alami.
     Dalam "alam" ini ada tiga chakra atau tiga pusat energi. Dari ketiga pusat ini  datanglah pekerjaan-pekerjaan untuk badan kita secara otomatis tanpa kita sadari. Ketiga chakra ini dengan kata lain disebut sifat sattva, raja dan tama yang merupakan pusat-pusat dari aksi kita masing-masing. Dan sekiranya diluar badan kita, kita dapat mengendalikan semua unsur-unsur indra kita, tetapi dalam benak kita justru tak dapat lepas dari selera-selera duniawi ini, maka orang semacam ini disebut oleh Sang Kreshna sebagai manusia yang munafik. Contoh: seorang yang dianggap suci seperti pendeta, misalnya, yang sehari-hari nampak bertindak suci, tetapi sekali melihat gadis cantik langsung terangsang gairah seksualnya. Walaupun mungkin ia tidak bertindak lebih lanjut, tetapi itu sudah menunjukkan betapa tindak-tanduknya sudah tidak sesuai dengan hati dan pikirannya, dan inilah yang disebut munafik, karena tidak jujur pada diri dan masyarakat sekelilingnya, apalagi kepada Yang Maha Esa. Organ-organ sensual kita (indra-indra) adalah sebagian dari prakriti, begitu pun pikiran-pikiran kita; untuk menjalani hidup yang sejati ini kita harus dapat menaklukkan bukan saja indra-indra kita, tetapi juga pikiran kita, dan itu berarti menaklukkan prakriti itu sendiri secara tidak langsung.
       Salah satu contoh yang baik untuk mengalahkan avykta ini adalah dengan tinggal bersama-sama dengan seorang suci. Juga sebaiknya setiap orang tidur dikamarnya masing-masing yang dilengkapi dengan gambar-gambar orang-orang suci, dewa-dewi, dan ayat-ayat suci. Mengoleksi buku-buku suci dan membakar wewangian untuk pujaan. Sebelum tidur bermeditasilah, dan memfokuskan diri pada hal-hal yang positif dan suci seperti mantra-mantra suci, atau pada suatu dewa tertentu, atau pada sang guru, dan lebih baik lagi kalau dapat memfokuskan diri pada Sang Atman, Sang Kreshna atau Sang Brahman secara langsung (Yang Maha Esa).
          7. Tetapi barangsiapa yang mengendalikan indra-indranya dengan pikirannya, oh Arjuna, dan tanpa keterikatan mempekerjakan organ-organnya demi karma-yoganya (aksi atau pekerjaannya), maka ia disebut berhasil.
    Dalam karma-yoga (pekerjaan kita), lakukanlah karma atau pekerjaan kita sesuai dengan kewajiban kita tetapi tanpa keterikatan secara duniawi. Kita bekerja sebenarnya karena demi dan untukNya dan tanpa pamrih, tanpa rasa memiliki, atau ego atau imbalan, dan sadar bahwa apapun yang dikerjakan adalah manifestasi dari Yang Satu itu, Yang Abadiselama-lamanya.
       8. Lakukan pekerjaan yang telah menjadi kewajibanmu, karena bekerja adalah lebih baik daripada tidak bekerja, bahkan ragamu saja tak mungkin stabil tanpa suatu aktifitas.
   Aktifitas adalah lebih baik daripada bermalas-malas tanpa suatu pekerjaan. kita duduk tanpa bekerja, maka raga atau badan kita bisa sakit karenanya.
       9. Pekerjaan merupakan suatu keterikatan di dunia ini, kecuali kalau dilakukan demi pengorbanan (demi Yang Maha Kuasa). Seyogyanyalah, oh Arjuna, dikau aktif untuk pengorbanan ini, bebas dari segala keterikatan.
    Setiap manusia di dunia ini telah terkurung oleh pekerjaan, dan setiap orang sibuk dan menjadi budak dari pekerjaan ini. Untuk penggantinya, maka dianjurkan agar kita tidak menjadi budak dari pekerjaan-pekerjaan ini, yaitu dengan bekerja demi Yang Maha Esa semata. Dengan kata lain secara mental kita berpikir bahwa semua pekerjaan atau kewajiban sebenarnya hanyalah untuk Dia semata. Dengan demikian kita bisa bekerja dan merencanakan sesuatu secara tanpa keterikatan duniawi. Dengan ini akan timbullah suatu rasa kebebasan dari hal-hal yang bersifat duniawi, karena semua hasil akhir juga diserahkan kepadaNya untuk diolah dan ditentukan akibat-akibatnya, atau hasil maupun buahnya.
    Di sloka diatas ada kata-kata, lakukan pekerjaanmu demi pengorbanan ini, yang dimaksud dengan pengorbanan ini adalah yagna. Menurut Shankara, ahli dan filsuf Hindu yang terkenal di masa silam, yagna dapat berarti Vishnu, Sang Maha pengasih. Yagna dengan demikian disimpulkan sebagai Yang Maha Esa dan juga pengorbanan untuk Yang Maha Esa. Kemudian mungkin timbul pertanyaan, pekerjaan apakah yang dapat disebut sejati? Semua pekerjaan yang bermotifkan dedikasi atau semata untuk Yang Maha Esa adalah pekerjaan yang sejati. Pengorbanan selalu berarti "mengorbankan diri sendiri untuk orang atau hal lain," dan berkorban berarti menemukan diri sendiri yang sejati; tuluskah diri ini, atau masih tertutup oleh hawa-hawa nafsu dan ego?
    10. Pada masa yang lalu, Prajapati, Dewanya para makhluk-makhluk, menciptakan" manusia dengan suatu itikad yang penuh dengan pengorbanan dan berkatalah dewa ini: "Dengan pengorbanan ini engkau akan sejahtera. Dan pengorbanan ini adalah ibarat Kamakhuk (sapi kemakmuran yang beranak-pinak yang akan menghasilkan kemauan-kemauanmu)
     Dewanya para makhluk yang dalam epik-epik Hindu kuno disebut Prajapati, yang menciptakan para makhluk di dunia ini; sewaktu menciptakan makhluk-makhluk ini ia mendasarkan pekerjaan ini pada suatu sifat pengorbanan yang tulus demi Yang Mata Esa karena Sang Dewa ini sadar bahwa semua tugas atau pekerjaan sebenarnya adalah kehendak dan demi Yang Maha Esa semata. la mengibaratkan pengorbanan ini sebagai Kamadhuk, yaitu seekor sapi yang dianggap suci dan terkenal sekali karena selalu beranak-pinak tanpa hentinya. Sang Dewa ini selalu menganjurkan manusia agar dalam segala tindak-tanduk manusia apakah itu suatu pekerjaan sehari-hari atau pekerjaan yang lain, agar selalu mendasarkan setiap tindakan manusia itu dengan rasa pengorbanan yang tulus. Jadi tidak bekerja demi diri semata tetapi demi suatu kehendak yang tersembunyi, demi suatu rahasia yang ada di belakang setiap tindakan kita, dan rahasia atau kehendak ini tidak lain dan tidak bukan adalah la semata. Setiap pengorbanan yang tulus merupakan hal yang vital untuk perkembangan hidup kita, karena akan membersihkan jiwa-raga kita, dan hal ini betul-betul merupakan suatu tindakan spiritual yang tidak disadari oleh pelakunya. Secara lambat laun pelaku yagna ini akan dijauhkan dari segala mara-bahaya dan hal-hal yang bersifat negatif, dan banyak hal-hal diluar dugaan dan pikirannya akan terjadi pada seseorang yang aktif dan tulus beryagna ini. Tetapi ingat ini bukan untuk digembar-gemborkan, tetapi harus dilakukan dengan tulus dan tanpa banyak cerita!
        Yagna sebenarnya bukan untuk mendapatkan harta-benda duniawi, inilah kesalahan, sementara orang yang lebih aktif beryagna secara duniawi, tetapi lebih bersifat untuk melajukan seseorang ke arah Yang Maha Esa. Semakin banyak yagna kita yang spontan dan tulus sehari-hari semakin dekat kita kepadaNya dan menyatu denganNya. Dan pengorbanan ini bukan satu jenis saja, misalnya dalam gnana-yoga yang dikorbankan adalah ketidak-tahuan kita. Dalam karma-yoga yang dikorbankan adalah imbalan atau hasil kerja dan aktivitas kita. Dalam bhakti-yoga yang dikorbankan adalah keterikatan atas dua rasa atau sifat yang saling berlawanan seperti senang-susah, suka-duka, benci-cinta, panas-dingin, dsb.
II.Makna Dari Bab  IV . Jnana Yoga

Jnana Yoga adalah salah satu macam yoga dalam ajaran agama Hindu. Dalam bahasa Sanskerta, Jnana berarti "pengetahuan". Filsafat Jnana Yoga ini dijelaskan pada bab keempat dalam kitab Bhagawadgita, yaitu bab Jnana Yoga. Bab Jnana Yoga terdiri dari 42 sloka. Hal-hal yang dijelaskan dalam bab Jnana Yoga tersebut adalah karma, bhakti dan ilmu pengetahuan. Turunnya ajaran Bhagawadgita untuk yang pertama kalinya, dijelaskan juga dalam bab Jnana Yoga. Bab ini disebut juga Pengetahuan Rohani dalam kitab Bhagawadgita.

 Jnana Yoga dalam Bhagawadgita

Menurut Bhagawadgita itu sendiri, ajaran dalam kitab suci Bhagawadgita diwahyukan untuk yang pertama kalinya oleh Kresna kepada Wiwaswan, Dewa matahari. Kemudian Wiwaswan menurunkan Bhagawadgita kepada Manu, leluhur umat manusia. Manu menurunkan Bhagawadgita kepada Ikswaku, dan Ikswaku meneruskan ajaran yoga dalam Bhagawadgita kepada keturunannya.
Secara kelahiran, Wiwaswan, Manu dan Ikswaku lebih dahulu lahir dari pada Kresna, dan mereka semua adalah leluhur manusia, sehingga terasa janggal bila Bhagawadgita diajarkan dahulu kala oleh Kresna kepada Wiwaswan, Manu dan Ikswaku. Dalam Bhagawadgita dijelaskan bahwa Kresna adalah penjelmaan Tuhan yang sudah berulangkali turun ke dunia. Jadi, Kresna pernah menurunkan ajaran Bhagawadgita pada kehidupannya yang dahulu. Kresna dapat mengingat semua kehidupannya yang terdahulu, namun Arjuna tidak dapat mengingatnya, meskipun mereka telah dilahirkan berulang kali.

Ajaran tentang Karma dan Bhakti

Mengenai ajaran bhakti, Kresna menyatakan bahwa Tuhan pasti akan menyambut umat-Nya selama mereka berusaha mencari Tuhan dengan jalan apapun. Menurut Bhagawadgita, tidak ada filsafat, dogma, agama dan cara sembahyang tertentu untuk mencapai Tuhan, melainkan ada berbagai jalan untuk mencapai Tuhan. Jadi menurutnya, Tuhan menerima semua jalan yang ditempuh oleh umatnya, selama jalan tersebut mengajarkan kebaikan agar menuju kepada-Nya. Ajaran ini mencerminkan sikap toleransi antar umat beragama yang tinggi.
Adapun jalan yang ditempuh umat untuk menuju kepadanya.
1.      Srawanam yaitu dengan cara mendengarkan
2.      Kirtanam yaitu dengan cara mengidungkan
3.      Smaranam yaitu dengan cara selalu mengingat tuhan
4.      Vandanam yaitu menuju tuhan dengan cara mantra
5.      Sewanam yaitu dengan cara Pelayanan
6.      Achanam yaitu dengan cara memuja Arca
7.      Dasyam Yaitu menuju tuhan dengan cara mengabdi dengan tulus
8.      Sokyam Yaitu menuju tuhan dengan cara menjadi sahabat
9.      Atmaniwedana yaitu menuju tuhan dengan cara berserah
Bhagawadgita juga menganjurkan agar seseorang yang mempercayai para dewa tidak menganggap para dewa sejajar dengan Tuhan, sebab anugerah yang diberikan oleh para dewa bersifat material dan sementara. Jadi menurut ajaran Bhagawadgita, Tuhan adalah pemberi anugerah yang sebenarnya.
Mengenai ajaran karma, Bhagawadgita menganjurkan seseorang untuk bekerja dengan tidak memikirkan pahala, sebab bila seseorang memikirkan pahala yang diperolehnya jika bekerja, maka ia akan terikat dengan hasil kerjanya. Seseorang yang telah membebaskan jiwanya dari belenggu hanya bekerja secara jasmaniah. Dalam keadaan seperti ini, seseorang telah lepas dari hawa nafsu dan keinginan-keinginan pribadi.
Bersabdalah yang maha pengasih
     1. Sekali lagi akan Ku sabdakan kepadamu kebijaksanaan Yang Suci dan Agung –kebijaksanaan yang terbaik dari semua kebijaksanaan-  mengetahui hal mana, para resi kemudian menuju kearah kesempurnaan yang paling tinggi.
      2. Berlindung pada kebijaksanaan ini, mereka lalu bersifat sama dengan Ku. Mereka tidak lahir pada waktu penciptaan dan tidak binasa    pada waktu penghancuran (kiamat).
 Sang Kreshna di Bab ini menguraikan mengenai pengetahuan tentang ketiga guna (sifat-sifat alami), kemudian hubungan guna ini    dengan prakriti dan penguasaan atas guna ini oleh para resi dan orang-orang suci di zaman dahulu kala. Dengan menguasai ketiga guna    ini maka akan tercapailah kebijaksanaan yang agung dan suci dari hidup ini. Dan dengan mencapai kebijaksanaan ini para resi dan    orang-orang suci itu telah mencapai kesempurnaan yang agung dan suci yang disebut nirvana atau pari-nirvana.
       Berlindung dibawah kebijaksanaan ini para orang-orang suci ini lalu diberkahi oleh yang maha esa sifat-sifat identik dari diri Sang    Kreshna dan merekapun lalu tumbuh dan hidup dalam bentuk Sang Kreshna yang suci dan agung. Inilah hasil mengikuti dengan setia    dan penuh dedikasi ajaran-ajaran Sang Kreshna. Dengan kata lain mereka ini, para orang-orang suci, berasimilasi dengan sari atau inti    Sang Kreshna itu sendiri; atau dengan bahasa singkat dan sederhana, menyatu dengan Sang Kreshna.
      Dan sekali bersatu denganNya, mereka ini lepas dari kehidupan duniawi ini, lepas juga mereka ini dari siklus lahir dan mati yang    berulang-ulang, bahkan penciptaan dan penghancuran kehidupan-kehidupan berikutnyapun mereka tidak diikut sertakan lagi karena    dianggap Yang maha Esa mereka ini telah mencapai status pari-nirvana, yaitu menyatu denganNya kembali secara abadi. Om Tat Sat.
       3. KandunganKu adalah Sang Brahma yang agung; dan disitu aku letalkan benih ini, dari kandungan ini lahirlah setiap benda dan mahluk,    Oh Arjuna.
      4. Dalam setiap kandungan apapun juga, lahir berbagai bentuk kehidupan, Oh Arjuna, dan Sang Brahma Agung adalah kandungan mereka ini, dan Aku adalah Sang Ayah yang menabur benih-benih ini.
Yang dimaksud dengan Sang Brahma Agung di sini adalah mahad-brahma, yaitu Sang Maya yang juga diibaratkan atau disamakan dengan kandungan di mana Sang Kreshna sebagi seorang Ayah menaburkan benih-benihNya, yang kemudian tumbuh menjadi berbagai bentuk ciptaan-ciptaanNya.
Mahad-Brahma atau Sang Brahma yang agung ini juga sama dengan Prakriti atau alam ini, dan Sang Kreshna adalah Ayah atau Bapak dari setiap benih yang ditaburkanNya. Jadi hanya Ia yang dapat menentukan lahirnya seseorang atau makhluk atau benda di alam semesta ini dan ingat di dalam setiap ciptaanNya terdapat Sang Jiwa atau juga benih kehidupan yang bersal dariNYa. Dan menurut Bhagawat Gita, maka benih yang ditaburkan ini berasal dari Sang Kreshna, Yang Maha Esa, jadi dengan kata lain dalam setiap ciptaanNya hadir sebagian dari Yang Maha Esa, atau Yang Maha Esa itu sendiri ada di dalam setiap Ciptaan-ciptaanNya Sendiri. Sayang sekali, kita manusia sering sekali lupa bahwa kita berasal dari benih Yang Agung dan Suci, dan kita lebih suka tenggelam dalam alur kehidupan duniawi ini, dalam kandungan Sang Maya itu sendiri. Padahal Sang Maya atau Prakriti ini hanyalah alat yang mengandung kita dan menumbuhkan kita agar kita tumbuh dan lahir untuk kembali kepadaNya lagi. Bukanlah itu maksud dan tujuan Yang Maha Esa, tetapi kita diberikan kebebasan untuk memilih maka kebanyakan kita memilih untuk terus tinggal di dalam kandungan Sang Maya yang penuh ilusi kenikmatan, padahal itu semua berada di dalam kegelapan. Pikirkanlah dengan seksama, bukankah kita semua harus kemnbali dan berbakti pada Ayah kita Yang Agung dan Suci dan menyatu kembali denganNya? Pikirkanlah secara seksama dan menurut hati-nurani anada mana yang benar dan mana yang salah? Dengan kasih Sang Ayah yang suci dan Agung ini pasti kita akan dituntun kembali kepadaNya. Om Tat Sat.
      5. Ketiga kualitas (guna), yaitu sattva, raja dan tama lahir dari Prakriti. Mereka ini mengikat erat di dalam raga, Oh Arjuna, Yang Tak Terbinasakan yang bersemayam di dalam raga.
      Ketiga guna atau kualitas alami ini yang lahir dari Prakriti dan merupakan sifat-sifat dominan dari Sang Prakriti itu sendiri, selalu hadir dalam diri kita. Setiap tindakan kita sebenarnya didasarkan pada ketiga sifat Prakriti ini, dan ketiga sifat ini sedemikian dominannya di dalam raga kita sehingga diibaratkan mengikat Sang Atman (Yang Tak Terbinasakan) yang bersemayam di dalam diri kita. Ikatan erat ini begitu gelap sifatnya, sehingga kita yang sudah mabuk duniawi ini tidak dapat melihat Sang Atman yang sebenarnya hadir bercahaya terang di dalam diri kita sendiri.

     6. Diantara sifat-sifat ini, sattva, karena kesuciannya, membawa penerangan dan kesehatan. Sifat ini mengikat dengan ikatan kebahagiaan dan ikatan ilmu pengetahuan, oh Arjuna.
      Apakah sattva itu? Sattva adalah sifat-sifat kesucian atau kemurnian atau penerangan. Tetapi walaupun disebut kemurnian toh sifat ini dapat mengikat jiwa kita ke raga dan menimbulkan keterikatan. Sifat sattva membuat kita selalu berorientasi pada tindakan-tindakan yang baik dan pencarian ilmu pengetahuan yang benar. Tetapi sering sekali sattva pun mengarahkan kita kepada keterikatan-keterikatan dalam bentuk ilmu pengetahuan ini sehingga terikatlah seseorang pada pikiran-pikiran, analisis dan metode-metode dan lain sebagainya, dan semua ini menjadi tujuan ilmu pengetahuan mereka yang mempelajarinya, bukan jalan untuk mengenalNya, Yang Maha Pencipta. Semua ini membuat seseorang yang bersifat Sattva terikat pada pekerjaan dan kebaikan-kebaikannya, tetapi tidak membuat orang-orang ini berorientasi kepada Yang Maha Esa secara murni, padahal sifat dasar mereka ini sattvik.
     Di dunia barat misalnya banyak terdapat ilmuwan yang bersifat sattvik, tetapi tujuan mereka hanya terpusat pada ilmu pengetahuan itu dan pemecahannyasecara ilmiah saja, mereka sama sekali tidak berpikir tentang Yang Maha Esa, Sang Pencipta ilmu-ilmu ini. Sebaliknya di timur, Yang Maha Esa masih manjadi tujuan atau akhir dari semua ilmu pengetahuan ini, sehingga tidak mengherankan kalau pada abad modern dewasa ini masih banyak orang yang dianggap pandai atau terpandang melepaskan jabatan mereka dan terjun ke dunia spiritual dan melepaskan semua ikatan-ikatan dan unsur-unsur duniawi mereka untuk mencari penerangan ilahi. Mereka ini benar-benar jalan dengan sifat-sifat sattva dan mengarahkan sifat-sifat suci ini untuk tujuan yang mulia dan tak mau terikat oleh sifat-sifat ini. Dengan kata lain, sifat-sifat sattva ini hanyalah alat-alat belaka bagi orang-orang suci ini.    
     7. Ketahuilah olehmu, oh Arjuna, bahwa sifat raja, yang berciri emosional ini adalah sumber dari keterikatan dan rasa tak puas. Dan sifat raja ini mengikat jiwa yang ada di dalam raga dengan keterikatan-keterikatan aksi atau perbuatan.
Sifat-sifat raja adalah energi, mobilitas, emosi dan raja juga berati keinginan atau kehausan untuk hidup.
      Dengan kata lain, sifat raja dapat diartikan energi yang penuh dengan keinginan dan nafsu-nafsu yang tak terpuaskan. Sifat ini adalah anak dari nafsu-nafsu yang kuat dan juga dari keterikatan itu sendiri. Raja mengikat kita, mengikat jiwa kita erat-erat ke Sang Prakriti melalui aktivitas dan aksi.
Di kala seseorang penuh dengan keserakahan atau penuh dengan kegelisahan eksternal yang dikarenakan aktivitas-aktivitasnya, maka dapat dipastikan sifat-sifat raja sedang berkuasa atas diri orang itu. Seseorang yang amat aktif, ambisius dan penuh semangat kerja atau daya juang yang tinggi untuk kebutuhan-kebutuhan duniawinya juga menunjukan sifat-sifat raja yang sedang dominan dalam dirinya.
Seseorang yang bersifat raja atau rajasik ini bekerja keras bagi dirinya sendiri, bukan untuk Sang Kreshna atau Yang Maha Esa. Ia ingin selalu berkuasa atau berpengaruh atas orang-orang disekitarnya. Seorang dengan sifat raja ini penuh dengan aksi, inisiatif, ambisi pribadi yang tinggi dan penuh dengan keresahan. Sebaiknya jika ia ingin keluar dari lingkaran raja ini, maka cara terbaik adalah bertindak, bekerja, beraksi atau berbuat demi Sang Kreshna atau Yang Maha Esa semata tanpa pamrih. Tetap bekerja apa saja sesuai dengan profesi dan kewajibannya, tetapi demi Yang Maha Esa, pekerjaannya kemudian dengan cara ini akan berubah menjadi yagna.   
      8. Tetapi sifat tama (kegelapan total yang penuh kekacauan) ketahuilah olehmu, lahir dari kebodohan dan adalah sifat yang memperbodoh jiwa. Sifat ini mengikat dengan ketidakperdulian, kemalasan dan tidur, oh Arjuna.
Sifat-sifat tama bukanlah bersifat energi atau penerangan, atau aktivitas atau kesucian. Sebaliknya adalah sifat-sifat kemalasan, ilusi kosong dan kebodohan yang berkepanjangan sifatnya. Sifat ini mengikat jiwa seseorang dengan kebodohan, kemalasan, dengan ketidak-acuhan terhadap setiap hal yang positif. Dengan kata lain di mana terlihat kegelapan total dalam diri seseorang maka sudah pasti sifat tama sedang berkuasa.
     Seseorang yang bersifat tama hidup tak ubahnya seperti binatang saja. Ia makan, tidur, minum dan memenuhi hasrat-hasrat raganya saja dari saat ke saat. Tidak ada idealisme atau cita-cita dalam dirinya. Ia malas, bodoh, tak perduli dan selalu tak acuh pada hal-hal yang bersifat baik. Tetapi sifat tama ini juga bisa didobrak dan seseorang yang terjerat dalam lingkaran kebodohan ini dapat keluar juga. Caranya adalah dengan berdharma bakti kepadaNya semata, meminta perlindunganNya semata dan bekerja tanpa pamrih untuk Yang maha Esa. Sang Bayu (angin) tidak saja merambah dan bertiup diantara dedaunan pohon-pohon yang besar dan tinggi saja, tetapi Sang bayu juga bertiup diantara rerumputan liar dan kecil yang berada di bawah pohon-pohon besar ini. Yang penting adalah kemauan kita sendiri untuk merasakan tiupan ini, merasakan kehadiranNya diantara kita semuanya dan mau mengikuti ajaran-ajaranNya.
       9. Sattva mengikat (seseorang) kepada kebahagiaan, raja mengikat kepada aksi, oh Arjuna. Dan sifat tama membungkus kebijaksanaan, mengikat seseorang kepada ketidak-perdulian.

     10. Sewaktu sattva berada diatas raja dan tama, maka berkuasalah sattva, oh  Arjuna! Di kala raja berada diatas sattva dan tama, maka berkuasalah raja. Dan di kala tama berada diatas sattva dan raja, maka berkuasalah tama.










BAB III
KESIMPULAN
            Demikianlah yang terkandung dalam Bhagawad Gita bab III ini mengungkapkan penting artinya kerja yang dilaksanakan tanpa mementingkan pahala utnuk diri sendiri melainakan  utnku kesejahtaeraan dan kebahagian umat manusia di dunia ini, dengan jalan kesadaran jiwa yang menjadi bagian dari pada jiwa  yang maha Langgeng, dalam karma yoga yang dikorbankan adalah imbalan atau hasil kerja dan aktivitas kita dalam Bhakti Yoga yang dikorbankan adalah keterikatan atas dua rasa atau sifat yang saling berlawanan sperti senagn – susah, suka – duka, benci – cinta, panas – dingin dan sebagainya.
            Sedangkan dalam Bab IV mengungkapkan tentang hubungan timbale balik antara kerja yang benar, ilmu pengetahuan yang suci dan disiplin jiwa yang teguh, bekerjalah tanpa memikirkan pahala, sebab bila seseorang memikirkan pahala yang diperolehnya jika bekerja, maka dia akan terikat dengan asilnya, banyak jalan untuk mendekatkan diri dengan tuhan. “ semua terserah padamu, jalan apa yang kau tempuh, sebab tuhan akan saying pada orang – orang yang dekat dengan beliau.
            Adapun jalan menuju tuhan dalam Bab IV. 2 disebutkan mana yang akan kau tempuh akan kuterima, adapun menuju tuhan Yaitu :
1.      Srawanam yaitu dengan cara mendengarkan
2.      Kirtanam yaitu dengan cara mengidungkan
3.      Smaranam yaitu dengan cara selalu mengingat tuhan
4.      Vandanam yaitu menuju tuhan dengan cara mantra
5.      Sewanam yaitu dengan cara Pelayanan
6.      Achanam yaitu dengan cara memuja Arca
7.      Dasyam Yaitu menuju tuhan dengan cara mengabdi dengan tulus
8.      Sokyam Yaitu menuju tuhan dengan cara menjadi sahabat
9.      Atmaniwedana yaitu menuju tuhan dengan cara berserah

DAFTAR PUSTAKA
1.      Mantra, Prof.Dr.IB. Bhagawad gita. Parisada Hindu dharma Pusat Denpasar
2.      http : // id. Wikipedia.org/Wiki/Karma Yoga
3.      http : // id. Wikipedia.org/Wiki/Jnana Yoga
4.      http : // id. PHDI/ Kelompok Kerja Bidang Teknologi Informasi PHDI Pusat/ Jalan Aksi dan Tindakan
5.      http : // id . PHDI/ Kelompok Kerja Bidang Teknologi Informasi PHDI Pusat/ Doktrin ajaran rahasia
6.      Seriasih, M.Hum. Dra. Ni Wyn. Buah Catatan Bhagawad Gita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar